"Hai"
Aku mengangkat wajahku dari buku yang sedang kubaca dan balas tersenyum pada orang yang sudah duduk disampingku
"Kamu masih sama ya."
Aku menatapnya dan menutup bukuku.
"Kapan balik?"
"Kemarin malam. Maaf nggak ngasi kabar."
Aku hanya tersenyum kecil dan menatap ke arah langit.
"Jadi, kapan acara tunanganmu sama Dany?"
Aku menatapnya dengan sinar mata penuh harap.
"Besok lusa."
Hening.
Hatiku serasa tertusuk ribuan jarum saat itu. Dari awal aku sudah tahu bahwa hubungan kami tak wajar dan tak akan pernah berhasil. Hubungan kami hanyalah sesuatu yang akan selalu dipandang dengan sebelah mata.
"Kamu tahu bahwa aku selalu mencintaimu, Nia."
Dia menatapku dengan pandangan yang tak dapat kuartikan. Tangannya terangkat dan menyentuh pipi kiriku. Mengelusnya dengan lembut.
"Aku juga selalu mencintaimu, Nay."
Mataku perih dan aku tak tahu apakah aku masih bisa menahan tangisku saat ini.
"Kamu tahu, aku sering bertanya-tanya mengapa aku diberikan perasaan cinta ini ketika aku tak bisa menjalani dan menikmatinya dengan bebas."
Tania mengusap daguku dengan lembut dan mengangkat wajahku menghadapnya.
"Meskipun kita nggak bisa selalu bersama, selalu kusediakan tempat di sudut hatiku untukmu."
Aku tersenyum dan saat itu pula air mata mengalir dari sudut mata kiriku. Dengan lembut Tania mengusap air mataku dan menatap ke dalam mataku dengan tatapan teduhnya.
"Apa Nay pernah menyesal mencintai Nia?"
Aku hanya bisa menggeleng dan menundukkan wajahku. Tania kembali mengangkat wajahku dengan lembut. Aku menatap pada matanya dan merekam gambaran diriku yang terpantul pada mata coklatnya.
Aku berkata dengan suara bergetar,
"Suatu saat aku akan mengumumkan pada dunia bahwa Nay untuk Nia dan Nia untuk Nay."
"Suatu saat..."
No comments:
Post a Comment