Pergi Bersama Angin

Aku mendengar suara tawa dan canda dari bangku didepanku. Dua sahabatku yang selama ini selalu bersama. Kualihkan perhatianku dari novel yang sedang kubaca dan memperhatikan mereka dengan seksama. Canda dan tawa yang selama ini sulit kuukir pada bibir mereka, dengan mudahnya terlontar saat aku tidak terlibat.

Kadang aku berfikir, pantaskah aku berharap segala yang pernah ku pinta, karena tak jua pun ku yakin akan segala pantasku.

Kadang ku berfikir seberapakah nilaiku pada mereka.

Kesalkah mereka akan ucapan demi ucapan yang telah kulontarkan. Kusadar aku bukanlah sahabat terbaik.

Tak ingin ku lepas butiran pasir dalam genggamanku, sudah lelah akan segala angin yang mencuri bahagiaku.

Apakah terlalu besar pintaku,
serakahkah diriku jika kuharap akan bahagia mereka karena diriku?

Kusadar bahwa hadirku hanyalah pelengkap... Tiada hal yang berarti akan hadirku.

Salahkah saat ingin ku salur bahagia dengan mereka yang tercinta, bahkan ketika tak diinginkan pada mereka.

Tak sadarkah mereka rinduku tak terbendung. Ingin jua ku tertawa bersama, tak hanya tersenyum saat tertinggal.

Bahkan saat kutinggalkan bangkuku mereka hanya tersenyum tanpa berucap, hanya melanjutkan canda indah mereka.

Tetes duka yang tersia tak kan pernah di hiraukan, rinduku telah pergi bersama angin.