Hanya bentakan dan suara tanda terganggu saja yang ada. Hanya ketidakpedulian
yang kudapat saat aku mengerang kesakitan ketika tubuhku terasa tercabik.
Pedulikah mereka ketika aku merasa berada di ambang batas asaku. Menahan sakit
dan perih yang mengoyak tubuhku.
Tak ada yang berusaha merengkuhku. Meringankan sedikit,
meski hanya sedikit, dari rasa sakit yang menerjang. Berapa keraspun aku
mengerang. Berapa seringpun aku menjerit. Takkan ada yang peduli bahwa tubuhku
sudah nyaris mencapai batasnya. Tubuhku yang sangat sering didera rasa sakit
menusuk bagi orang lain. Takkan ada seorangpun yang bisa kuandalkan untuk
berbagi. Sekedar menyalurkan sedikit dari rasa sakit yang kurasa.
Ketika sakit dan perih menghujamku, adakah yang peduli?
Adakah yang mencoba untuk menenangkanku? Merengkuhku dalam kehangatan?
Entah sudah berapa kali pikiran untuk mengakhiri rasa sakit
ini dengan cepat menghampiriku. Tetapi harapan akan ketenangan mengusikku dan
selalu berhasil membatalkan niatku. Penghilang rasa sakitpun sudah tidak mampu
mengatasi. Seakan-akan tubuhku sudah sangat mengenal unsur kimianya dan tidak
bereaksi. Hanya menjadi kewajiban untuk menegaknya demi menghindari rasa sakit
yang mungkin akan lebih menyayat dari apa yang sudah biasa kurasa.
Tanpa perasaan hangat, tanpa dukungan. Aku mencoba mengatasi
rasa sakit ini, yang selalu menerjang tak kenal waktu. Aku mencoba mengatasinya
dengan caraku sendiri. Tanpa peduli akan risiko yang sudah menungguku. Entah
dengan menambah rasa sakitku sehingga rasa sakit yang menusuk di dalam tidak
terasa, ataukah dengan menghibur diriku dengan impian kosong. Bahwa suatu saat
nanti aku dapat menjadi seperti apa yang selama ini kuimpikan. Bahwa suatu saat
nanti akan ada hari tanpa rasa sakit yang kerap menjadi sahabatku.
Entah sampai kapan hingga tubuhku mulai hancur. Entah sampai
kapan aku bisa, mempertahankan tubuh rapuh ini. Tanpa rengkuhan yang selalu
kudambakan. Semangat dari orang terdekat. Tanpa dorongan yang seharusnya
kudapatkan dari lingkaran terdalam.
Sering ku baca bahwa kasih dapat menyembuhkan. Apa artinya
aku takkan bisa lepas dari rasa sakitku ini? Hanya sedikit saja dukungan yang
kubutuhkan. Hanya sedikit sekedar untuk menyadarkanku, menyakinkanku bahwa
bukan hanya diriku sendiri yang menghadapi sakit ini.
Hanya sedikit kata-kata penghibur agar bisa kulalui
segalanya tak seberat sekarang. Seorang diri. Tanpa penopang. Tanpa ada rasa
terlindung saat segalanya menekan. Tanpa tahu harus kemana saat sendirian
melawan pisau tak kasat mata yang seolah terhujam berkali-kali. Tanpa ada
perasaan nyaman di tengah badai tusukan tak kasat mata. Tanpa adanya seseorang
yang mengerti, tanpa adaya perasaan damai ditengah perang. Tanpa sedikitpun
yang peduli apakah aku hancur atau tidak.
Karena saat ini, takkan ada lagi yang bisa mendengarku.
Hanya gumaman lirih yang bisa kusampaikan. Menyalurkan rasa siksa tak
terbendung. Bukan erangan nyaring yang biasa, karena tenaga terkuras oleh badai
itu. Rasa tertusuk dan tercabik, yang entah apa penyebabnya selalu melemahkan
tubuhku. Seakan hendak menghancurkan. Seakan tubuhku menjadi musuhku sendiri.
Penyiksa terberat dalam hidupku..
Tak seorangpun berusaha mengerti seberapa besar usahaku
untuk menyimpan sakit ini untuk diriku sendiri. Teman dalam sepi. Karena aku
tahu, takkan ada yang mengerti. Sakit yang tersembunyi dalam tawa, sakit yang
tersembunyi dalam canda, sakit yang tersembunyi dalam senyum terpaksa, sakit
yang tersembunyi dalam cerita. Sepenggal cerita untuk diriku sendiri. Diri yang
letih dalam menahan semuanya. Lelah dalam usaha mengusir penjajah didalam
tubuh.
Hilang asa yang membuatku lelah. Karena hanya pengertianlah
yang kubutuhkan. Hanya seorang yang mengerti. Satu orang saja.
Tetapi entah mengapa, satu saja mustahil.
Karena sebentar lagi,
Sebentar lagi… segalanya akan berakhir.
No comments:
Post a Comment