^^ About Me ^^

Hidden Feelings

Rasa panas yang menjalar di dadaku tak juga mereda.
Rasa sakit seperti di tusuk oleh ribuan jarum tak kasat mata.
Oh Tuhan... Kapankan penderitaan ini akan berakhir?
Jika perasaanku ini bukanlah dari padamu, tolong hapuskan.
Jika perasaanku ini memang tak di takdirkan untuk dibalas. Mengapa harus kau berikan?
Apakah salahku hingga hukuman yang kau berikan begini berat?
-----------------------------------------------------


Selalu saja seperti ini, aku hanya bisa memandanginya dengan perasaan yang tak tentu. Memang apa salahnya jika dia adalah sahabatku? Apakah salah jika aku menyukai, ah bukan, mencintai sahabatku sendiri? Apakah salah, jika seseorang yang lima tahun belakangan ini selalu menemaniku dikala senang dan sedihku, kucintai?


Bila memang perasaanku salah, mengapa perasaanku ini selalu semakin kuat dari hari kehari? Mengapa perasaan tak tahu diri ini selalu membuatku senang dan sedih di saat-saat yang tak biasa? Mengapa rasa cintaku ini bisa membuatku gila?


Dia memang bukanlah seorang yang sempurna, dari semua orang yang dia kenal... Mungkin akulah yang paling mengenalnya. Takut gelap, takut sendiri, takut dingin, manja, terlalu cerewet untuk ukuran seorang cowo... Sangat kontras dengan diriku yang pendiam. Yah, bisa dibilang kami ini adalah sepasang sahabat yang lumayan aneh. Aku, seorang perempuan yang sedikit tomboy, dan dirinya, seorang laki-laki yang sedikit banyak memiliki sifat seperti perempuan.


Tetapi jangan salah, wajahnya sangatlah mulus dan tampan, warna kulitnyapun sedikit Tan, sangat kontras dengan kulitku yang putih bersih, bisa dikatakan sedikit pucat.

Teman kami kebanyakan hanya mengetahui dirinya dari sisi luarnya saja, bukan sifat-sifat aslinya.

Bahkan bisa dikatakan, bahwa hanya kepadakulah dia bermanja.

Tetapi dari semua orang yang kami kenal... Mengapa harus dia? Harus perempuan itu yang menjadi pasangannya!

Cemburu? Ya! Seorang Reita Mahaputri saat ini memang sedang cemburu! Apakah aku salah jika terlalu mencintainya? Apakah salah jika aku, seorang perempuan yang malah mencintai sahabatnya sendiri, cemburu melihat seorang Reza Aditya menggaet seorang perempuan cantik, lemah lembut, dan seorang kapten Cheers sekolah kami?

Salahkan saja lima tahun kebersamaan kami  yang sudah membuahkan perasaan tak tahu diri ini. Menyebalkan.


--------------------------------


"Rei..."


Sebuah suara yang sangatlah ku rindukan menyapa gendang telingaku. Yeah, aku merindukannya... Terakhir kami bertemu adalah seminggu yang lalu. Karena sekolah kami yang sekarang terpisah, waktu bertemu kami jadi sedikit. Paling banyak seminggu kami bisa bertemu dua kali.


"Hmm..." Aku hanya menjawab seadanya, bukannya aku tak ingin berbincang dengan dirinya. Tetapi memang begini pembawaanku.


"Ke toko buku yuk..." Dia sedikit mengguncang lenganku. Aku hanya memutar kedua bola mataku dengan kebiasaannya yang satu ini.


"Untuk apa, kalau mau baca novel ambil saja di lemariku." Bukannya ingin menyombongkan diri, tetapi koleksi novelku memang bisa diacungi jempol.


"Bukan..."


Aku mengangkat sebelah alisku ketika dia memotong ucapannya sendiri dan sedikit terheran ketika menyadari wajahnya memerah. Yeah, Reza is blushing.


"Uhm.. itu..."


Aku menghela nafasku saat dia tergugup. Akupun tahu ini pasti ada hubungannya dengan gebetannya. Irva. Sedikit banyak hal ini menggores benda seukuran kepalan tangan di dadaku. Sakit.


"Kalau nggak mau bilang juga nggak apa."


Reza hanya tersenyum ketika aku menutup buku yang sedang kubaca yang menyambar kunci mobilnya. Yeah, ketika kami jalan berdua, dia sangat ogah menyetir.


-----------------------


Aku hanya memperhatikan gerak-geriknya ketika dengan serius dia memilah-milah buku yang akan dibelinya. Wajah seriusnya benar-benar menggemaskan. Sebuah getaran halus menghiasi relung hatiku. Tanpa sadar aku tersenyum.


Ketika dia menoleh ke arahku, aku segera memasang wajah bosan dan berpura-pura memainkan ponselku. Kebetulan ada beberapa pesan yang belum sempat kubaca.


"Rei? Bosen ya nemenin aku?" Reza sedikit mengerucutkan bibirnya. Sekuat tenaga aku menahan diriku untuk tidak menyambarnya.


"Uhm..."


Raut wajah kecewanya kembali menggores jantungku. Sesak. Mana bisa aku bosan berdiri dekat dengannya? 


"Kamu pemotretan jam berapa?" Mendapati aku yang terdiam, dia mengganti topik pembicaraannya. Reza memang tak pernah kehabisan pembicaraan.


"Jam enam." Meskipun tomboy, tetapi aku berprofesi sebagai seorang foto model. Hanya foto model karena aku tak bisa berlenggak-lenggok di atas cat walk dengan anggun. Wajah photogenic-ku sedikit banyak menguntungkanku.

"Uhm, sekarang masih jam empat. Nanti aku temenin, boleh?" Aku tahu dia sedikit merasa bersalah karena mengira telah membuatku bosan menunggunya

Dia sedikit melompat girang sembari bertepuk tangan dengan pelan saat aku tersenyum. Dia tahu bahwa aku mengizinkannya

--------------------------------

 Aku memperhatikan Reza makan dengan lahap saat sedang menunggu pesananku sendiri datang. Caranya menyendok, mengunyah, minum, segalanya... Membuatku tersenyum.


Aku segera menghilangkan senyumku saat menyadari dirinya mendongak, menatapku. 


"Ada apa?" Tanyanya polos.


Aku hanya menjawabnya dengan senyuman tipis. Perlahan, aku mengulurkan tanganku untuk mengambil sebutir nasi yang menempel di sudut bibirnya.


"Kebiasaan." Lirihku.


Sebuah hempasan pada tanganku membuat kami serentak menoleh pada seorang perempuan manis dengan rambut bergelombang.


"Irva..." Aku melirik pada Reza yang melihatnya dengan sorot mata terkejut.


"Tidak."


Aku melihat Reza menampilkan mimik heran.


"Itu jawabanku untuk pertanyaanmu kemarin. Aku tak bisa menjalin hubungan dengan seseorang yang tidak mencintaiku sepenuhnya."


Aku membelalakkan mataku sembari melihat kearah Reza. Dia sudah menyatakan perasaannya? Tak seperti dirinya.


-------------------------------------------


Aku masih bertahan dengan posisiku yang merangkul Reza yang sedang sesenggukan.


"Rei..."


"Hmmm..."

"Rei..."

Aku hanya tersenyum mendengar panggilan-panggilannya. Memang tak hanya sekali ini saja dia menangis di pelukanku. Sifatnya memang sangat perempuan.

"Rei~~"

Aku menatap matanya yang sembab.

"Hmm?"

"Bantu aku ngomong ke Irva kalau kita nggak ada hubungan apa apa."

Aku hanya menggeleng dan dia balas dengan pandangan mata heran.

Aku menjawabnya dengan duduk menghadapnya dan menarik dagunya mendekat pada wajahku. Kukecup bibirnya dengan lembut. Kurasakan badannya sedikit menegang.

"I love you..." Aku berkata lirih.

"Rei..."

"Sssttt." Aku kembali mengecup bibirnya. Hanya mengecup.

"I'll leave you here." Aku beranjak dari kamarnya dan meraih kunci mobilnya. "Aku bakal minta kak Mita buat ngembaliin mobilmu besok." Aku menatap wajahnya dengan pandangan sendu. "Mulai minggu depan aku bakal sekolah di Canada. Maaf baru bilang sekarang."

Aku kembali membalikkan badanku untuk menatap wajahnya secara langsung. Merekam segala pixel wajahnya agar aku mengingatnya selama setahun mendatang. Meski kutahu aku takkan melupakan wajah dan suara manisnya.


"Aku harap, tahun depan ketika aku kembali, aku mendapatkan jawabannya."


Dia berdiri dan menghambur ke pelukanku.


"Don't go... Please... I need you."


"You just need me, but you don't love me."


Aku sedikit melonggarkan pelukannya untuk menatapnya langsung di mata.


"I'll wait for you to love me. Jika tidak, aku akan menghapus perasaanku."


Aku tersenyum.


"Good bye..."

No comments:

Followers