^^ About Me ^^

Ketika Kau Kembali


------------------------------------------------------------------------------------

Aku melihatnya, disana. Selama ini aku selalu memperhatikannya, dan dia memang selalu seperti itu. Menyendiri dan tenggelam dalam dunianya. Aku memberanikan diriku menghampiri tempatnya berteduh, dibawah sebuah pohon rindang yang aku sendiri tak yakin apa jenisnya. Dia menyadari kehadiranku, aku tahu dia menyadari kehadiranku bahkan setiap orang yang mendekatinya. Dia yang menyadari keberadaanku bukan berarti dia menghiraukan diriku. Bahkan mungkin, dia tak menghiraukan apapun yang ada disekelilingnya. Dia mengenakan earphone dan terlihat sedang membaca sebuah buku. Novelkah? Bukan, ketika kuperhatikan lagi ternyata sebuah ensiklopedia dunia. Dan aku semakin heran mengapa aku menyukainya, ah tidak... mencintainya.

Seperti biasa aku duduk disebelahnya dan dia tetap tak memperdulikan diriku. Sedikitpun.

"Hai" Sapaku, berusaha mengalihkan perhatiannya dari buku konyolnya itu.

Dia hanya memandangku sekejap, mengangkat alisnya, kemudian kembali membaca ensiklopedianya yang berharga. Mengejutkan? Bagiku tidak. Karena reaksinya memang hampir selalu seperti itu. Hanya terkadang saja dia akan membalas sapaanku, dan tersenyum. Membuatku selalu berharap setiap hari menjadi 'terkadang'.

"Hhh" Aku menghela nafasku, berat. Yang bisa kulakukan hanyalah ikut bersandar pada batang kayu yang kokoh sembari memasangkan sebelah earphone pada sebelah telingaku. Hanya untuk berjaga-jaga agar aku bisa mendengarnya ketika dia bersuara. Hahaha. Aku sudah gila. Ya, gila karenanya.

Sembari berusaha menikmati musik, aku mencoba melirik kearahnya dan dia tampak begitu nyaman tenggelam dalam dunianya. Sesekali, kulihat dia membalik halaman demi halaman, menandakan bahwa dia memang sedang membaca. Tak sengaja, mataku menangkap sebuah benda disebelahnya, dibungkus dengan tas hitam. Gitar? Ah, tak mungkin, ukurannya terlalu kecil untuk sebuah gitar... Kalau begitu, biolakah? Seseorang dengan pribadi misterius dan sebuah biola? Sepertinya aku benar-benar tidak mengenalnya, tidak mengetahui apapun tentang dirinya kecuali bahwa dia seorang perempuan dan kuliah ditempat yang sama denganku. Jurusannyapun aku tak tahu pasti.

Bahkan jika ada yang bertanya mengapa aku mencintainya... Jawabannya sudah pasti : 'Aku tak tahu'.

Pertama kali aku melihatnya dia juga ada disini, sedang menulis sesuatu pada laptopnya. Skripsi? Bukan. Pastinya bukan karena sepertinya dia mahasiswi semester awal, aku baru melihatnya beberapa bulan yang lalu. Dan pada saat itu, aku sangat kesal padanya karena saat kuhampiri dan kusapa... Menganggapku ada saja, dia tidak.

Kembali perhatianku mengarah padanya, membereskan earphonenya dan menutup ensiklopedianya. Segalanya dia masukkan kedalam tas selempang coklat yang sepertinya luput dari penglihatanku. Dia menyambar tas coklat dan tas hitamnya, bangkit lalu berjalan meninggalkanku.

"Kemana?" Tanyaku tanpa merubah posisiku.

"Kuliah, apa lagi." Nadanya datar saat dia menjawabku tanpa menolehkan kepalanya. Aku memperhatikannya dan sosoknya menghilang saat dia menikung.

Aku mengalihkan perhatianku kesamping, tempat dia tadi berada. Mataku menangkap selempir kertas, sepertinya secara tidak sengaja dia meninggalkannya. Aku memungutnya dan membaca isinya. 'Selalu didekatmu, perhatikan aku, jangan yang lain!' Apa ini? Sebuah surat? Pesan? Untuk siapa? Dari siapa? Aku tak mengenal tulisan tangannya maupun tulisan tangan yang tertera pada kertas ini, meskipun sedikit familier. Aku memutuskan untuk menyimpannya dan menanyakan kepadanya kali lain, itupun jika aku bisa mendapatkan jawaban dari dirinya.

Aku beranjak dan berniat untuk pulang. Jam kuliahku sudah selesai sedari tadi dan alasanku kemari bukanlah untuk menghabiskan waktuku melainkan untuk duduk dekat dengannya. Aku mencari kenyamanan dan menikmati debar halus didadaku. Bukan untuk menarik hatinya... Karena aku tahu, aku mengerti bahkan sangat mengerti. Dia takkan tertarik pada orang sepertiku.

------

Aku memasuki rumahku yang kosong, selalu seperti ini. Orang tuaku berada diluar negeri dan adikku bersekolah pada SMA berasrama. Bisa dibayangkan bagaimana sepinya hidupku? Aku memasuki kamarku, membereskan sepatu serta mengganti bajuku. Aku segera menyalakan laptop dan larut dalam dunia maya.

Merasa sedikit haus, aku bergegas turun tanpa mematikan koneksi internetku. Kuputuskan untuk meminum segelas air putih dingin saja. Setelah memuaskan dahagaku, kuisi kembali gelas tersebut dengan air dan membawanya ke kamarku. Berjaga-jaga jika dahaga kembali menghampiriku.

Ketika aku membuka jendela messengerku, kulihat ada sebuah invite dari akun yang bernama 'Grey'. Apa aku mengenalnya? Sepertinya tidak. Aku memperbesar avanya dan membuatku semakin mengerutkan keningku. Sebuah siluet seorang gadis berambut panjang berkibar dan melihat kearah latar belakang sunset. Ketika aku memilih tombol 'accept' tak lama kemudian masuk sebuah chat pada messengerku.

Grey      : Hey ^^
Ren        : Hy, Do I know you? (Hy, apakah aku mengenalmu?)
Selama beberapa saat aku tidak mendapatkan jawaban tetapi kulihat dia masih dalam mode 'on'.
Grey      : Yes, ofcourse. :D (Ya, tentu saja. :D)
Aku kembali mengerutkan dahiku, sepertinya akan menyenangkan.
Ren        : Where did we met? (Dimana kita pernah bertemu?)
Grey      : Hey! We are going to a same college. (Hey! Kita kuliah ditempat yang sama)
Aku memutar bola mataku, tahu begitu kugunakan bahasa Indonesia saja.
Ren        : Jurusan?
Grey      : Ada deh :p
Ren        : Pelit
Grey      : It won't help. (Ga akan membantu) Kamu kenal aku bukan dari jurusanku.
"Samantha" Bisikku lirih.
Ren        : Sam?
Grey      : = =" Cewe aneh yang lu suka ikutin itu? Bukanlah.
Ren        : Lalu? Kamu siapa?
Seketika kulihat chat boxnya off. Aku begitu penasaran hingga rasanya perutku sedikit bergejolak. Samantha kah? Ah tidak mungkin. Dia tak pernah peduli padaku. Bahkan jika dia tahu aku mencintainya. Lagipula tadi sudah dia katakan bahwa dia bukanlah Samantha.

"Samantha..." Kembali kulirihkan namanya. Kuputuskan untuk menutup jendela messengerku dan membuka jejaring sosialku.

'Samantha Indriani' Aku mengetikkan sebuah nama account yang paling sering kubuka. Meskipun tak bisa memberi rasa nyaman yang sama kedika aku berada disebelahnya.

Kulihat statusnya yang paling atas, ditulis beberapa hari yang lalu.

"Sepertinya aku sudah tak bisa mengenali dirimu yang sekarang"
"Kini kau telah berubah"

Aku tertegun... Siapakah 'dirimu' yang dia maksud? Sudah pasti bukan aku, karena aku bukanlah siapapun baginya...

Aku memutuskan untuk membuka e-mailku, siapa tahu ada beberapa e-mail baru. Jika tidak ada, aku hanya akan membaca e-mail - e-mail lama yang tak bisa kuingat pengirimnya.
Ternyata tidak ada e-mail yang bisa kubalas, hanya ada beberapa pemberitahuan dari kampus. Kuarahkan kursor pada tombol 'last' dan mengekliknya.

From : My lovely (Manta_Blue@gmail.com) subject : Miss You

Aku memilih untuk membukanya, meskipun aku sudah nyaris hafal akan isinya karena sudah beberapa kali kubuka.

>Kak Ren.. Kangen, kapan libur?

>Kan baru minggu lalu aku kesana, Love. Sabar ya ^^

>I miss you, I hope I can get the same college as you...
>I love you as if I can die,
>Don't ever leave me, because i can't life without you
>Never say good bye, because my heart is in your heart
>Never take it away
>Because you are the one that I can love

(Aku merindukanmu, aku berharap aku bisa mendapatkan kampus yang sama denganmu)
(Aku mencintaimu hingga ingin mati rasanya)
(Jangan pernah meninggalkanku, karena aku tak akan bisa hidup tanpamu)
(Jangan pernah ucapkan selamat tinggal, karena hatiku berada dalam hatimu)
(Jangan pernah membawanya pergi)
(Karena hanya dirimu yang bisa kucintai)

Aku tersenyum saat membacanya, sepertinya saat itu aku memiliki seorang kekasih yang sangat kucintai dan sangat mencintaiku, sangat disayangkan aku tak dapat mengingatnya.

Aku meraba bagian belakang kepalaku, bekas lukanya sangat terasa. Tepatnya tahun lalu, aku mendapatkan sebuah kecelakaan yang tak begitu berat, tetapi akibatnyalah yang lumayan fatal. Beberapa memori tak dapat kuingat. Tetapi anehnya, beberapa nama teman, alamat e-mail, bahkan makanan favorite ibuku bisa kuingat.

Satu memori yang sangat kusayangkan akan kehilangannya, memori tentang kekasihku yang dahulu. Mengapa aku mencintainya? Mengapa kami berpisah? Meskipun kini aku telah mencintai seseorang yang lain.

Mataku kembali menjelajahi e-mail - e-mail lamaku dan memutuskan untuk membuka kembali salah satunya.

From : My lovely (Manta_Blue@gmail.com) subject : New book.

>Hunting buku hunting buku >///<
>Temenin yuk Ren...

>Maunya kapan? Nanti aku kesana, lumayan lagi nggak banyak tugas.

>When ever you can, when ever you come :D
(Kapanpun kau bisa, kapanpun kau datang :D)

>I'll be there tomorrow, my Love :*
(Aku kesana besok, my Love :*)

>Yey! Ren baik... #hug

Manis sekali, tanpa sadar aku tersenyum. Kami terlihat seperti pasangan yang benar-benar bahagia. Tetapi ada satu hal yang membuatku tak mengerti, beberapa e-mail - e-mail kami yang terakhir. Aku membuka kotak 'sent' ku, dan membuka salah satu e-mail.

For : My lovely (Manta_Blue@gmail.com) subject : I'm Sorry

>Sorry, dear...
>Please angkat telpku... I was love you, I love you, and will be love you...
>Aku nggak pernah berniat untuk menghianatimu...
>Aku hanya masih bingung akan perasaanku
>Dan ketika kini kau mengatakan aku hanya memberimu harapan... itu tidaklah benar, dear.
>Dan kukatakan kepadamu, keberadaanmu tak pernah mengekangku, aku bahagia bersamamu...
>Apakah waktu 6 tahun belum cukup bagimu untuk mempercayaiku?
>Ataukah memang kesalahanku yang terlalu besar merusak kepercayaanmu...
>Mungkin aku tak lagi memiliki kepercayaanmu, tetapi cintaku takkan pernah hilang.

"Tetapi cintaku takkan pernah hilang..." Aku melirihkan kata-kata terakhir pada e-mail tersebut. Ya, mungkin cintaku yang dahulu padanya tidak hilang, tetapi terlupakan.

Kulirik jam dinding diatas lemariku, sudah mendekati jam delapan malam, dan baru kurasakan perutku berdendang. Kuputuskan untuk membeli makanan saja diluar. Setelah menyimpan kembali laptopku, kukendarai Xenia hitamku ke salah satu cafe favorite orang tuaku. Sudah beberapa waktu aku tak mengunjungi cafe tersebut. Dekorasinya yang elegan dan suasananya yang nyaman memang dapat membuat orang betah untuk duduk berlama-lama, bahkan ketika tujuan utama mengunjungi cafe tersebut sudah selesai.

Aku memilih tempat disudut cafe sehingga bisa melihat keseluruhan cafe tersebut. Kulihat seorang waitress menuju kearah mejaku, dan saat jaraknya cukup untuk dapat melihat wajah masing-masing, dia segera berbalik dan memanggil waitress yang lain.

"Itu tadi temanmu kenapa?" Tanyaku terheran, setelah waitress yang lain menghampiri mejaku.

"Tidak tahu. Tuan ingin memesan apa?" Dia segera mengambil kertas dan bolpoin, tanpa memandang mataku.

'Aneh...' Batinku. Setelah aku menyebutkan pesananku, dia kembali agar bisa segera menghidangkan pesananku. Kuperhatikan seorang waitress yang berdiri didekat counter, waitress yang pertama kali hendak menghampiri mejaku. Dan sepertinya postur tubuh waitress tersebut serta warna rambutnya yang sedikit di high light di bagian poninya sangat familier.

'Tidak mungkin' batinku sembari menggelengkan kepala. Memutuskan lebih baik aku memastikannya saja, aku beranjak dari dudukku dan berjalan menuju kamar mandi didekat counter. Dan ketika aku melewatinya, wajahnya memang sangat kukenal...

"Sam?" Tanyaku lirih.

Dia mengangkat wajahnya dan terbelalak melihatku. Tanpa mengucapkan apapun, dia membalikkan badannya dan memasuki pantry. Setelah sosoknya menghilang akhirnya aku kembali ke mejaku, tanpa masuk kekamar mandi karena memang bukan itu tujuanku. Beberapa saat kemudian waitress yang sebelumnya membawakan pesananku dan segera kusantap. Saat aku sedang menikmati santapanku, ponselku bergetar. Hanya sebentar yang menandakan adanya miss call atau sms. Kuraih ponselku yang kuletakkan dikantung kemejaku dan ketika kuperiksa ternyata ada sebuah pesan yang dikirim oleh nomor yang belum kukenali. Segera ku buka pesan tersebut.

From : 0877********
Jangan panggil aku Sam, panggil aku Tha.

Aku tersentak dan memandang kearah pintu pantry yang memang dapat terlihat dari tempatku kini. Samantha sedang memandangku dengan pandangan datarnya sembari menunjukkan ponselnya dengan tangan kanannya. Setelah itu dia kembali menghilang ke dalam Pantry. Aku merasa perutku sedikit bergejolak, dan itu membuatku nyaman. Meskipun aku sedikit heran, darimana dia mendapatkan nomorku. Segera kubalas pesannya.

To : 0877********
Kenapa?

Kurasakan kembali getaran dari ponselku dan segera kubuka pesannya.

From : 0877********
Mengingatkanku pada seseorang yang kusayang.

Aku tak berniat membalas pesannya, 'mengingatkanku pada seseorang yang kusayang' seketika sesuatu didadaku serasa kosong. Kusimpan kembali ponselku kedalam saku kemejaku dan bergegas menghabiskan hidangan dihadapanku menyadari waktu sudah mendekali jam sembilan malam. Setelah itu aku kembali mengendarai Xenia hitamku menuju rumah.

------------

Dia tidak ada, aku menghampiri pohon yang biasa dipakainya untuk berteduh, dan biasanya ada sosok dirinya disini. Berusaha menghilangkan rasa kecewa yang kurasakan aku berbalik dan memutuskan untuk menghabiskan waktu luangku di cafetaria, sebelum jam kuliahku dimulai setengah jam lagi. Aku mengeluarkan laptop kesayanganku dari dalam tasku dan kusambungkan pada wifi yang memang disediakan pada cafetaria di kampusku ini. Iseng, kubuka account e-mailku. Ternyata ada sebuah e-mail yang dikirimkan tadi malam.

From : My lovely (Manta_Blue@gmail.com) subject : Hai ^^

>Hey, remember me? Hahaha ofcourse not.

Aku membelalakkan mataku. Mengapa banyak sekali kebetulan akhir-akhir ini? Apakah aku harus membalasnya atau tidak? Mengatakan bahwa aku tak mengingatnya? Aku bingung, bagaimana dengan Samantha... Aku mencintainya, tetapi jika aku mulai mengingat dirinya apa perasaanku akan berubah?

Setelah beberapa saat, aku memutuskan untuk menjawabnya.

For : My lovely (Manta_Blue@gmail.com) subject : re-Hai ^^

>Where are you now?

Setelah mengirim e-mail tersebut aku menjelajah dalam jejaring sosialku, melihat-lihat foto-foto yang terkadang lucu, bagus dan menjijikan.Beberapa kali aku membuka-buka halaman teman-temanku yang berbeda-beda hingga akhirnya aku bosan dan menutup jendela jejaring sosialku, meninggalkan satu jendela diweb browserku. E-mailku sudah dibalas.

From : My lovely (Manta_Blue@gmail.com) subject : re-re-Hai ^^

>I was always with you... near you, the only one it's matter that you never notice it.
(Aku selalu bersamamu... didekatmu, hanya saja kau tak pernah menyadarinya)

Setelah membaca e-mail tersebut aku menutup laptopku tanpa mematikannya, menyadari mata kuliahku akan dimulai dalam waktu lima menit dan ruangannya lumayan jauh dari cafetaria ini. Aku memasukkan laptopku kedalam tas abu-abuku dan menentengnya sembari berjalan cepat ke ruangan yang kutuju.

Untungnya aku tak terlambat karena ketika aku memasuki ruangan belum ada dosen yang menunggu, meskipun ruangan nyaris penuh. Aku memutuskan duduk dibagian belakang, menyadari bangku kosong yang lainnya berada sangat didepan. Beberapa saat ditunggu, dosen tak kunjung datang sehingga kuputuskan untuk memainkan ponselku dengan tak menentu. Sesekali kubuka-buka pesan yang sudah lama, lalu pindah ke daftar lagu, pindah ke kontak, dan begitu seterusnya. Dan ketika aku mengangkat wajahku, aku melihat ada seseorang yang sudah menempati bangku yang tadinya kosong disampingku. Aku memalingkan wajahku agar dapat melihatnya dengan jelas.

Tanpa sengaja pandangan kami bertemu, dan aku hanya memberinya senyuman, agar terkesan ramah.

"Kamu Rendy kan?" Segera, senyumanku berubah menjadi kerutan didahiku, terheran.

"Iya..." Aku menjawab lirih.

"Aku Ratna. Itu, yang kemarin chat sama kamu."

"Oh, yang nicknya 'Grey'?"

"Iya!" Serunya berbinar. "Eh, dosennya dateng." Dia segera memalingkan wajahnya dan mengeluarkan kertas serta bolpoin dari dalam tas selempang birunya. Dan akupun melakukan hal yang sama.

------------

"Aku lumayan kaget lo, kamu nggak inget aku." Ratna menatap mataku dengan pandangan yang -eerrrr- menghipnotis.

"Aku juga terkejut dulu punya teman secantik kamu." Sahutku hanya berniat bercanda. Tetapi, kulihat wajah Ratna memerah seketika, dan aku pura-pura tak menyadarinya.

"So... Ehm..." Dia terlihat berusaha menghilangkan kegugupannya. "Ada acara nanti malam?" Aku hanya mengangkat alisku, dan sepertinya dia mengerti karena segera menjawab, "Aku mau hunting buku... Temenin yuk."

Hunting Buku... Tiba-tiba terngiang-ngiang dikepalaku kata-kata tersebut.

"Apa dulu aku juga suka nemenin kamu hunting buku?" Aku bertanya sembari mengangkat salah satu alisku.

"Kamu bener-bener lupa yah." Dia terlihat memutar kedua bola matanya. "Lumayan sih, sering. Biasanya kamu juga suka beli kan? Masih suka baca?"

Pertanyaannya membuatku tersentak. "Baca? Aku?" Aku menunjuk dadaku sendiri, bertingkah seperti seorang konyol.

"Oh, udah nggak ya, seingatku sih dulu kamu suka baca buku berat." Jawabnya enteng. Lalu dia melanjutkan, "Sejenis sama si Sam itu."

Aku terdiam, sepertinya selain tentang kekasihku yang dahulu... Aku juga melupakan fakta-fakta hingga kebiasaan diriku sendiri.

"So..? Mau nemenin nggak?" Dia menatapku dengan tatapan memohonnya, dan hal tersebut membuatku tak bisa berkata 'tidak'.

"Ehm... Iya deh, daripada sendirian dirumah."

"Eh, aku tinggal dulu ya. Ada jam ni." Dia segera menyambar tasnya, membayar makanannya, dan bergegas keruangan mata kuliahnya yang lain, setelah sebelumnya menyelipkan sebuah kertas yang berisi alamat rumah serta nomor ponselnya.

Meninggalkan aku sendiri yang termenung, mengingat e-mail lama yang masih tersimpan rapih. Apakah Ratna? Tapi sepertinya tidak mungkin karena Ratna nyaris seumuran denganku. Sedangkan disalah satu e-mail itu, sempat aku dipanggil dengan sebutan 'kak'. Aku memutuskan untuk menghampiri Samantha di tempat biasanya dia menyendiri, semoga tidak seperti tadi pagi.

Aku melangkahkan kakiku ke halaman samping kampus dan mendapati Samantha di bawah pohon tersebut, memangku laptop hitamnya. Dan ketika dia melihatku, dia terlihat sangat terkejut dan segera menutup laptopnya. Dari matanya... Mengalir tetesan kesedihannya, dari bekas tetesannya sepertinya dia sudah menangis lumayan lama. Aku berniat untuk menghampirinya.

"Hei, kenapa?" Tanyaku lembut, berusaha menenangkan dirinya.

Tanpa mengatakan apapun, dia memasukkan laptopnya dan bergegas pergi. Saat dia melewati diriku, aku tahan lengannya dan kurengkuh dalam pelukanku. Kurasakan dia berusaha memberontak untuk melepaskan diri. Kuelus lembut pucuk kepalanya.

"Menangislah jikalau kamu memang ingin menangis, aku bersedia jadi penopangmu. Mau percaya padaku?" Aku menatap matanya yang sayu. Tanpa menjawab dia membenamkan wajahnya pada pundakku dan mencengkram erat kemeja bagian depanku. Kurasakan pundak bagian kananku mulai basah, dia menangis tanpa bersuara. Aku melingkarkan kedua tanganku pada pinggangnya. Badannya sedikit bergetar dan remasannya pada kemejaku semakin erat, dan akupun mengeratkan pelukanku, berusaha menularkan ketenanganku padanya. Meskipun tak bisa kupungkiri jantungku berdetak sedikit lebih cepat daripada yang seharusnya. Oke, mungkin sangat cepat.

"Aku ingin seperti dulu..." Kudengar dia berkata lirih, setelah itu dia melepaskan cengkramannya dan berjalan melewati diriku tanpa mengucapkan apapun lagi. Meninggalkan aku yang mematung, tak mengerti.

---------

"Arrgghh..." Aku menghempaskan tubuhku keranjangku, tanpa mengganti baju maupun melepas sepatuku. Kupandangi langit-langit kamarku dengan tatapan menuduh, seakan dialah yang bersalah.

"Arrgghh..." Kuacak-acak rambutku, rasanya kepalaku nyaris pecah, tak mengerti akan semua yang kualami, singkatnya.. galau.

"Katakan padaku! Mengapa segalanya begitu berputar-putar? HEI!" Bentakku pada langit-langit padaku, katakan saja aku mulai gila. Selama beberapa saat aku menatap langit-langit kamarku dengan tatapan marahku, "Aaaaarrrrggghhh." Kembali kuacak-acak rambutku. Aku benar-benar bingung saat ini.

'Ratna!' Aku tiba-tiba teringat akan janji untuk menemaninya hunting buku. "Damn it!" Aku mengacak rambutku frustasi, sedikit lega saat melirik jam dan menyadari bahwa belum terlalu sore, jam setengah enam.

Aku menyambar jaketku asal dan menyambar kunci mobilku, bergegas menuju rumah Ratna yang alamatnya sudah dia beritahukan sebelumnya. Aku sampai di depan sebuah rumah yang tak terlalu besar maupun kecil, cukup asri terlihat dari luar. Aku mengambil ponselku dan mengetikkan beberapa deret angka yang merupakan nomor ponselnya.

"Halo.." Aku menyapanya saat dia mengangkat panggilanku.

"Ya, halo.. Rendy ya?"

"Aku udah di depan rumahmu."

"Ok" Setelah itu panggilan terputus, dan aku menyimpan kembali ponselku.

Beberapa saat aku menunggu sembari memperhatikan pekarangan rumah Ratna yang lumayan luas, walaupun hanya dibagian depannya saja. Beberapa jenis mawar, anggrek, dan bunga-bungaan yang lainnya yang aku tak tahu namanya, tersebar dipenjuru pekarangannya. Bahkan ada sebuah kolam ikan mungil yang semakin menyegarkan mata.

"Hai..." Aku mengalihkan pandanganku kearah kiri dan mendapati Ratna sudah membuka pintu disebelah kemudi.

"Berangkat sekarang?" Aku bertanya.

Ratna memasuki mobilku dan menutup pintu. "Yup.."

---

Setelah berputar-putar di Gramedia dan Ratna telah menemukan beberapa buku yang dia butuhkan, kami memutuskan untuk mengisi perut kami di food court seputaran daerah sini. Sembari menikmati makanan masing-masing, aku berfikir untuk menanyakan sesuatu padanya, hanya untuk memastikan sesuatu. Beberapa kali aku gagal menyusun kata-kataku.

"Hhhh.." Tanpa sadar aku menghela nafas terlalu keras, menyebabkan Ratna menatapku dengan pandangan sedikit menyelidik.

"Ada apa?" Tanyanya, tanpa menghilangkan tatapan tersebut.

"Ehhm, nggak ada apa apa." Jawabku, berusaha menyesap minumanku. "Eh, ada sesuatu yang ingin kutanyakan. Boleh?"

"Tanya aja, santai aja kali." Jawabnya sembari sedikit tertawa.

"Pernah jatuh cinta?" Sepertinya pertanyaanku sedikit membuatku terkejut, karena dia segera membulatkan matanya.

"Memangnya kenapa?" Tanyanya lagi, setelah bisa menghilangkan rasa terkejutnya.

"Ehm, nggak sih. Cuma ingin nanya."

"Aku sih belum pernah, atau mungkin nggak akan pernah jatuh cinta." Dia mengatakannya sembari tersenyum, sedikit membuatku heran. Setahuku perempuan lebih sensitif terhadap sesuatu yang berbau cinta, bahkan mereka bisa membunuh diri mereka sendiri hanya karena cinta.

"Tumben sekali aku mendengar pernyataan seperti itu dari seorang perempuan." Aku tersenyum. "Apa alasannya?"

Dia hanya menghela nafasnya, dan memainkan rambut panjangnya dengan tangan kanannya. "Menurutku cinta itu cuma bisa bikin seseorang lemah, dan cinta juga bisa mematahkan logika seseorang." Aku tak membalasnya karena dia terlihat akan menyambung lagi ucapannya. Dia terlihat berfikir untuk menemukan kata-kata yang tepat untuk mendeskripsikan apa yang difikirkannya. "Cinta itu... Menurutku sih cuma pengaruh hormon yang masih labil. Bayangkan saja, seorang remaja bahkan orang dewasa bisa terganggu aktifitasnya hanya karena cinta. Bukankah itu pengaruh buruk?"

"Ya... Terkadang aku berfikir seperti itu. Tetapi ada yang mengatakan saat mereka jatuh cinta, secara tiba-tiba segalanya menjadi indah." Aku ingin tahu apa tanggapannya.

Dia tertawa, "Kenapa indah? Karena 'cinta' mereka terbalas." Dia membuat lambang tanda kutip dengan kedua tanggannya. "Sebenarnya segalanya bisa terlihat indah jika kita selalu memikirkan sesuatu dari sisi positifnya, dan ketika seseorang jatuh cinta, segalanya secara tiba-tiba menjadi positif untuk mereka. Dan ini cinta untuk pasangan." Dia menghela nafasnya sebentar. "Bagaimana dengan cinta untuk orang tua? Apakah menyenangkan orang tua tidak indah untukmu? Kamu sayang orang tuamu kan? Kebanyakan orang hanya mendefinisikan cinta hanya untuk pasangan mereka, bukan teman, bukan sahabat, bukan keluarga." Dia kembali tersenyum. "Itu pemikiranku."

"Sangat masuk akal, bagaimana dengan 'butterfly' yang kita rasakan saat berbicara dengan orang yang kita cintai? Itu gejala fisik kan? Bukan hanya halusinasi." Aku menekankan kata 'butterfly' dan mengikuti caranya membuat tanda kutip dengan kedua tangannya.

"Saat kita gugup kita juga merasakannya, bukan? Tetapi kita mendefinisikannya sebagai hal yang berbeda. Itu sugesti sebenarnya."

"Haha, benar juga ya." Aku terkejut akan pemikirannya, begitu mengutamakan logikanya.

"Eh, balik yuk.. Udah hampir jam setengah sembilan."

Aku mengantarkannya kembali ke rumahnya dan aku segera kembali kerumahku.

---

Setelah memasuki kamarku aku segera membuka laptopku dan berniat untuk membalas sebuah e-mail yang belum sempat kubalas tadi siang. Setelah sedikit percakapan dengan Ratna aku sudah tahu siapa pengirim tersebut.

For : My lovely (Manta_Blue@gmail.com) subject : Me Again.

>Hey, I know who you are now.
>I will meet you in the same spot as before
>I'll wait till you come
>And you know? Maybe i've been forgotten about us
>But my feelings never change
>I know you know about that

(Hei, aku tahu siapa dirimu.)
(Aku akan menemuimu ditempat yang sama seperti sebelumnya)
(Aku akan menunggumu hingga kau datang)
(Dan kau tahu? Mungkin aku telah lupa segalanya tentang kita)
(Tetapi perasaanku tak pernah berubah)
(Aku tau kau mengetahuinya)

Setelah mengirimkannya, aku segera terlelap kealam mimpi.

---

Aku melihatnya disana, berdiri dengan gugup. Kukira aku hanya akan menemukan pekarangan yang kosong. Dia membalikkan badannya dan menatapku sendu.

"How did you know it was me?" (Bagaimana kau tahu itu aku?) Suaranya parau, seperti seseorang yang sehabis menangis.

"I was always with you... near you, the only one it's matter that you never notice it." (Aku selalu bersamamu... didekatmu, hanya saja kau tak pernah menyadarinya.) Aku mengulang kata-katanya yang dia cantumkan di e-mailnya.

Dia tersenyum lembut. "Things will never be the same, isn't it?" (Segalanya takkan pernah sama, bukan?)

"Mungkin aku telah melupakan semuanya, apa yang telah kita alami, tetapi seperti yang kukatakan sebelumnya... Cintaku takkan pernah hilang." Aku tersenyum, kemudian melanjutkan. "Mungkin bukan cintaku, tetapi rasa sayangku sangat besar terhadapmu."

Senyumnya yang lembut berubah menjadi senyum nanar. "As I say before (Seperti yang kukatakan sebelumnya) segalanya takkan pernah bisa sama. Mungkin kemarin aku mengatakan bahwa aku ingin seperti dahulu, tetapi aku sadar hal itu tidaklah mungkin."

"Kita bisa memulai semuanya dari awal." Aku menatapnya dengan pandangan yakin.

Tiba-tiba dia menyibakkan lengan kemeja sebelah kirinya dan memperlihatkan kulit putih yang berhiaskan bekas irisan dalam. Tepatnya lima buah bekas irisan. "Aku tak ingin hal ini terjadi lagi." Dia mengucapkan hal itu sembari meneteskan air matanya.

Aku hanya bisa terdiam mematung.

"Tentu saja kau tak ingat." Dia tersenyum dalam linangan air matanya.

"Apapun yang terjadi dulu, aku pastikan takkan terulang kembali." Aku takut, takut jika akulah penyebab kelima irisan tersebut.

"Kau telah mengecewakanku dulu, bagaimana aku bisa yakin kau takkan mengulanginya? Kau telah menghancurkan hatiku, dulu. Apa aku bisa yakin hal itu takkan terulang?" Meskipun dia mengatakannya dengan lirih. Aku bisa mendengarnya dengan sangat jelas.

"Aku memang tak ingat apa yang telah kulakukan dulu, mungkin memang sebuah kesalahan yang fatal. Tetapi kali ini aku yakin akan perasaanku, mungkin aku tak begitu mengenal dirimu seperti aku yang dulu, mungkin aku telah sedikit berubah. Tetapi aku takkan melupakan bagaimana aku menyayangimu sekarang."

Dia memandangiku dengan tak yakin. "Seseorang pernah mengatakan padaku... Dalam hidup, kita tak membutuhkan cinta, yang kita butuhkan hanyalah kasih sayang dan kepercayaan. Karena cinta bisa saja hilang seiring waktu, tetapi rasa sayang dan kepercayaan tidak akan hilang jika kita tak menghianatinya. Kau pernah menghianati kepercayaanku, dan aku tak yakin apa kau pernah menyayangiku..."

"Jika kau benar-benar tak ingin aku kembali pada kehidupanmu, lalu apa maksud kertas ini?" Aku memperlihatkan selembar kertas padanya, yang kutemukan beberapa hari yang lalu. Kulihat dia hanya terdiam, menundukkan kepalanya. Aku mendekatinya, perlahan. "Dahulu dan sekarang berbeda, aku menyayangimu... Amat menyayangimu, dan aku berjanji takkan menghianatimu, sampai kapanpun." Ketika aku telah berada dihadapannya, aku menariknya dalam pelukanku.

End (Again).

___________________________________________


Yup, berhubung banyak (banget) yang protes karena cerpenku yang 'Adakah Cinta' endnya gantung, aku buat deh lanjutannya. Dan kebanyakan pada minta Happy End, aku buat happy end juga = ="

Ini aku pakai Point Of View sebagai cowok, jadi kalau ada cowok yang baca, trus protes karena pemikirannya dalam POV terlalu cewek, maaf banget, tapi HEY! I'm a girl = ="

Padahal saya sangat membenci cerita happy end, karena menurut saya, tak ada yang namanya happy end di dunia ini. Segalanya serba sad end, yah... Itu menurutku pribadi sih, terserah yang lain :P


No comments:

Followers